Thursday 18 November 2010

Rusuh di Yoka, Papua adalah Devide Et Impera

Tempo Semanal, Jaya Pura, 18.11.2010 
Tiga warga yang kritis adalah bernama Serobot Tabuni, Yosep Alua, dan Tete, saat ini mengalami kritis di RSUD Abepura, akibat rusuh yang terjadi di Kampung Yoka, Ketiga warga tersebut, dihajar secara membabi buta oleh warga kampung Yoka, Kota Jayapura, Papua saat aksi penyerangan yang dilakukan massa dari Suku Wamena, Papua, Rabu (17/11/2010) sekira pukul 06.00 WIT. Akibatnya, tulang bagian kaki para korban mengalami patah dan luka-luka pada bagian kepala serta tangan. Lagu ini direkam dengan irama musik rege dengan durasi selama 5 menit.

Sebuah lagu “ring tong” berisi penghinaan dan pelecehan orang gunung, khususnya orang Wamena yang beredar pada akhir-akhir ini adalah taktik pecah belah yang diterapkan oleh Negara Indonesia. Isu gunung dan pantai selalu dihembuskan oleh kaki tangan NKRI untuk memecah-belah persatuan antara orang Papua agar tidak bersatu dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Lagu yang diduga direkam dan disebarkan oleh Theo Mebri, Cs itu membangkitkan emosi bagi massa rakyat gunung, khusunya Wamena. Menurut informasi yang didapat bahwa sebanyak 35 rumah warga di Yoka dibakar, 2 mobil dan 2 buah motor ikut dibakar massa, dan 2 orang masuk rumah sakit akibat penyiksaan pada hari Rabu, 17 November 2010.

Gubernur Provinsi Papua,Barnabas Suebu turun tangan langsung. Ia bertemu warga Yoka di. Gereja. Ebenhaezer, Rabu sore. "Saya meminta warga menahan diri. Saya tegaskan yang bersalah harus diproses hukum,"ujarnya. Dia menambahkan, untuk rumah yang terbakar juga motor akan dicatat untuk diganti

Fakta penjajahan negara-negara kolonial mencatat bahwa pelbagai taktik diterapkan untuk melumpuhkan masyarakat setempat. Hal serupa dialami juga oleh orang Papua sejak Papua dianeksasikan ke dalam Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia melakukan pelbagai cara untuk menindas orang Papua; salah satu caranya adalah politik pecah belah (devide et impera). Yang ditakutkan oleh penjajah adalah persatuan kaum terjajah. Untuk menghancurkan persatuan, maka kaum penjajah menggunakan taktik “pecah belah” antara warga setempat.
Fakta membuktikan bahwa kaki tangan Indonesia selalu menciptakan konflik di Tanah Papua hanya demi mencapai kepentingan ekonomi dan politik. Misalnya Kasus 16 Maret 2006 adalah permainan kaki tangan NKRI hanya mencapai kepentingan ekonomi dan politik semata. Nada dering yang jadi biang kerok ini ternyata sudah menyebar di masyarakat sejak seminggu yang lalu.

Akibat rusuh ini, terjadi pembakaran terhadap harta milik warga Yoka dan aset milik pemerintah dirusak. Ini daftar kerugian rusuh tersebut Motor: 12 terbakar, 2 rusak Mobil: 2 terbakar, 2 rusak - Rumah: 23 terbakar habis, 56 rusak (belum termasuk daftar barang-barang yang ada dalam rumah korban), Aset pemerintah yang rusak adalah Puskesmas Perawatan, Puskesmas Pembantu, Kantor Diklat Perkebunan

Selpius Bobii Ketua Front Pepera didampingi Usman Yogobi menyatakan bawha Negara Indonesia segera menghentikan politik devide et impera “politik pecah belah” antara orang Papua. “Bagi kami ini adalah pola lama yang telah di pakai Indonesia bagi kami orang Papua agar pejah bela” tegas Bobii.

Untuk itu Selpius berharap agar pihak kepolisian segera menangkap para pelaku dan para aktor yang bermain dibalik perekaman sebuah lagu “ring tong” berisi penghinaan dan diberikan sanksi sesuai perbuatannya melalui peradilan yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme” tegasnya lagi.

Pernyataan sikap Bersama ini dilakukan atas nama Solidaritas Hukum, Ham dan Demokrasi di Papua menyikapi ketegangan yang terjadi antar warga Papua. Untuk itu Baik selpius maupun Usman mengatakan bahwa Gubernur dan wakil gubernur propinsi Papua segera bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialami oleh masyarakat Yoka.

Konfliik antar wargta seperti ini rawan terjadi sehingga untuk mengantisipasi segala kemungkinan kedepan maka atas nama Solidaritas Hukum, Ham dan Demokrasi di Papua agar Kedua gubernur baik di Papua maupun di Papua Barat yang ada di Tanah Papua untuk segera membuat Peraturan Daerah ( Perda) tentang Pelarangan Produksi dan Penyebaran Lagu atau Mop yang berisi penghinaan dan pelecehan terhadap sesama manusia.

Agar tidak terjadi hal yang sama kedepan maka himbauan Solidaritas ini kepada masyarakat bahwa jika menemukan lagu-lagu atau Mop yang bernada penghinaan dan pelecehan, harus dimusnahkan; jika ada oknum tertentu yang memproduksi dan menyebarkannya, maka itu dikategorikan sebagai profokator karena mengandung unsure penghinaan, untuk itu maka harus ditindak tegas oleh pihak kepolisian.

Pada kesempatan tersebut juga selpis Bobii menyarankan agar masyarakat Papua, khususnya orang Papua jangan terprovokasi dengan pelbagai taktik politik pecah belah yang dimainkan oleh kaki tangan Negara Indonesia yang bertujuan menghancurkan perjuangan kebenaran dan keadilan yang selama ini diperjuangkan oleh bangsa Papua. Persatuan dan kesatuan sebagai sebangsa Papua harus dibina dan dipertahankan; orang Papua tetap bersatu, solid dan melangkah bersama memperjuangkan keadilan dan menyuarakan kebenaran”tegas Bobii.

Mantan Nara Pidana Politik khasus 16 Maret ini juga meminta Dewan Adat Papua memfasilitasi suatu pertemuan dengan melibatkan tokoh-tokoh Masyarakat, Agama, Pemuda, Mahasiswa dan Perempuan untuk mengadakan rekonsiliasi antara masyarakat Port Numbay, khsususnya Yoka dan masyarakat gunung, lebih khusus masyarakat Wamena. ( TS/John Pakage)

1 comment:

Anonymous said...

Itulah taktik divide et impera yg di terapkan oleh Indonesia. Hal itu juga dulu terjadi pada Ex-Timur-Timur. Jadi, yg penting adalah persatuan masyarakat tuk menganalisis dan melihat dari mana musuh mau masuk atau mau menerobos benteng persatuan masyarakat.